Cerpen
karya Uci Marlinda
Suara motor
mengagetkan perjalanan Afra, entah mengapa dia menangis saat pulang dari
sekolahnya. Afra memang seperti itu, hari-harinya terlihat menjadi kelam saat
seseorang yang sangat di cintainya pergi meninggalkan Afra untuk
selama-lamanya. Sahabatnya sangat mengerti Afra, begitu pun ibunya. Sudah
menjadi makanan sehari-hari bagi ibu Afra melihat anaknya menangis. Tak tega
memang, tapi itu tidak dapat dipungkiri oleh Afra.
“Afra sayang,
makan dulu nak.” Bujuk Ibu dengan lembut.
Berulang kali dan dengan sabar Ibu
selalu membujuk Afra.
“Afra....”
“Iya , nanti
saja, Bu !” Jawab afra dengan suara sendu.
Saat sepi
sendiri di dalam kamar sempitnya itu, Afra hanya bisa menangis dengan ditemani
satu album foto kenangannya dengan Andi, teman lelakinya yang telah menemaninya
selama dua tahun. Andi lelaki yang sangat sayang pada Afra sekarang sudah
menjadi kenangan. Dia meninggalkan Afra. Tragis, Andi meninggal saat di
perantauan. Saat dia sedang jauh dari Afra. Memori indah bersama Andi masih
teringat dalam otak Afra.
“Fra. . . .”
Kata Andi.
“Iya, ada apa
cumi ?” jawab Afra sambil meledek Andi.
“Kamu sayang
sama aku ?” kata Andi.
“Hmmm. . . .
Enggak !!” jawab Afra dengan nada cuek.
“Kamu nggak
sayang sama aku ?” kata Andi dengan nada bertanya-tanya.
“Enggak ! enggak
mungkin lah aku nggak sayang sama kamu cumi. . . .!!” Ledek Afra sambil
mencubit hidung Andi. Mereka tertawa bersama .
Kenangan. Ya !
Itu hanya kenangan. Boneka itu. Kata-kata indah itu. Tempat itu. Es krim itu.
Semuanya kenangan untuk Afra. Sekarang hanyalah air mata yang dapat menemani
kesendirian Afra. Harus bagaimana ?? Bercermin pun yang nampak hanya mata
sembab Afra. Serasa sebagian jiwanya hilang terbawa oleh Andi. Ketukkan pintu
pun mengagetkan lamunannya.
“Tok. . .. tok .
. . tok . . . .!” seseorang mengetuk
pintu kamar Afra.
“Afra .....”
Suara itu tak
asing lagi untuk Afra.
“Iya, Bu...!”
jawab Afra.
“Buka pintunya
sebentar, nak !” pinta Ibu.
Tanpa menjawab,
Afra pun membuka pintu kamarnya.
“Ada ap. . . .!”
“Suppriiiiseee.....!!”
suara itu mengagetkan Afra.
“Kalian....!”
Ternyata
teman-teman Afra, sahabat terdekat Afra datang untuk menghibur Afra. Ibu yang
merencanakannya. Ibu tak tega melihat anak tersayangnya selalu dalam
kemurungan. Ibu ingin Afra menjadi Afra yang dulu, Afra yang selalu tersenyum,
ceria, dan selalu semangat walaupun cobaan selalu dihadapinya. Semoga
kedatangan sahabat terdekatnya itu dapat sedikit mengobati kemurungan Afra.
Sudah lama
moment-moment bersama ketiga sahabatnya itu tidak dirasakan oleh Afra. Alin menghiburnya,
dia yang masih tetap bawel dan crewet dapat menyemangati Afra. Unul, si pendiam
itu masih menjabat menjadi si pendiam sampai sekarang. Tapi Unul lah yang menjadi
sahabat terdekat Afra, karena kebijaksanaanya. Dan Umma si gokil yang selalu
membuat suasana menjadi ramai dengan kelucuan dan kekonyolan yang dibuatnya.
Lesung di pipi Afra pun kembali mengembang. Senyum yang sekian lama hilang itu
kembali terlihat oleh sahabat Afra dan tentunya Ibu Afra. Tapi hanya sesaat,
senyum itu pun sirna.
Hari-hari Afra
di hantui akan kenangan manis bersama Andi yang sekarang hanya menjadi kenangan
belaka. Cincin itu, cincin yang melingkar di jari manis Afra bergambar Doraemon
berwarna biru, tokoh kartun kesayangannya menjadi hal yang paling Afra kenang.
Pertama dan terakhir Afra mendapatkan cincin itu. Pertama kalinya Afra di beri
cincin oleh orang yang di cintainya itu dan terakhir kalinya Andi memegang
tangan Afra.
“Cumi.....” kata
sayang itu terucap dari bibir Afra.
“Iya, Fra....”
Jawab Andi dengan nada lirih.
“Ada apa ..?”
tanya Afra dengan mata penuh harapan.
“Aku akan
pergi...”
“Maksudmu ?”
“Iya Fra aku
akan merantau, itu tuntutan orang tuaku, maafkan aku Fra..”
“Cumi... apa
kamu akan pergi selamanya ?” tanya Afra dengan polosnya.
“Ya enggak Fra,
Aku pasti kembali, aku janji Fra.. aku sayang kamu” Jawab Andi sambil
memakaikan cincin ke jari manis Afra.
“Janji ya ,
Cumi... Aku sayang kamu ..!!”
Afra pun
menangisi kenangan yang manis tetapi terasa pahit itu, taman itu yang menjadi
saksinya. Buat apa sebenarnya ?
Enam bulan sudah
Afra ditinggalkan Andi, tetapi wajah suram itu masih tetap terlihat. Sampai,
kesendiriannya dibuat nyaman dengan kehadiran Aiman. Orang yang sering di
panggil kakak oleh Afra itu, memang tidak se spesial Andi di hati Afra. Tetapi
kehadirannya yang selalu ada saat Afra membutuhkan tempat mencurahkan uneg-uneg
dalam fikiranya , membuat Afra merasa tenang jika bersama Aiman. Perkenalan
mereka berdua memang ketidaksengajaan, Aiman dengan wajah yang memang tidak
polos lagi, dia sudah terlihat lebih dewasa dari Afra. Kedewasaan itulah yang
sangat diharapkan Afra, mengharapkan perhatian lebih dari seseorang yang bisa
menggantikan Andi di sisihnya. Tidak ada masalah untuk ketiga sahabat Afra yang
lain. Ketiga sahabatnya tahu dengan kondisi Afra. Semua memakluminya demi Afra
yang sekarang memang sedang membutuhkannya.
Memang Afra
menganggap Aiman hanya sebatas kakak,
tetapi kasih sayang yang di berikan Aiman kepada Afra lebih dari itu. Aiman
sepertinya mencintai Afra, tidak sulit bagi sahabat Afra untuk melihat sorot
mata Aiman yang memang berbeda untuk Afra. Benar, beberapa bulan kemudian Aiman
pun mengungkapkan isi hatinya.
“Lin...” kata
Afra
“Iya Fra, , ,”
jawab Alin yang sudah siap menjadi ladang curahan hati sahabatnya itu.
“Aiman, nembak
aku. .” jujurnya kepada Alin.
“Hah ? Trus ?
Bukankah kalian hanya sebatas kakak adik ?” kata Alin.
“Dia
menyayangiku, lebih dari kakak, aku pun , sama !” jawabnya polos.
“Itu terserah
kamu Fra, kalau kamu udah nyaman bersamanya, dan sudah bisa melupakan Andi,
pasti kami akan mendukungmu, tapi semoga saja Aiman tidak menyakitimu Fra. Tapi
jangan kamu jadikan Aiman pelampiasanmu. Fikirkan itu lagi Fra.”
Kata “Iya” pun
diucapkan Afra pada Aiman. Mungkin Afra memang sudah memikirkannya
matang-matang. Moment-moment indah pun mereka ukir berdua di lembaran baru
hidup Afra. Nama Andi entah masih ia ingat atau tidak, itu hanya Afra yang
tahu. Tidak semanis lembaran yang lalu, tangisan pun masih sering didengar
sahabat-sahabatnya itu. Afra masih belum bisa melupakan Andi, memori Indah
bersama Andi tidak dapat tergantikan oleh Aiman. Dia selalu berharap Aiman itu
Andi yang baru. Tapi....
“Aiman ya Aiman,
Fra. . . kamu harus terima Aiman dengan
apa adanya kasih sayang Aiman kepadamu. Jangan berharap Aiman harus menjadi
Andi. Itu tidak mungkin Fra.” Saran Alin untuk Afra.
Afra pun
mengerti itu, tapi. . . hati memang tidak bisa bohong. Perasaannya masih hanya
untuk Andi.
“Aiman,
mengertilah keadaan Afra, jangan sakiti dia, jadilah yang terbaik untuk Afra.
Buatlah dia bahagia bersamamu.” Kata Unul menyemangati Aiman.
Sahabatnya
memang selalu mendukung Afra, tapi dengan pertimbangan yang matang juga. Mereka
tidak ingin Afra terkekang dan sakit hati untuk kedua kalinya. Sahabatnya
sangat sayang sama Afra. Walaupun kebersamaan yang erat itu mereka jalin hanya
sebentar, tapi mereka bagaikan saudara yang selalu saling menyemangati dan
saling melindungi. Tanpa sahabatnya itu, mungkin Afra tidak setegar ini dengan
kondisi yang sedang dihadapinya sekarang.
Disisi lain,
tidak mudah bagi Aiman untuk menjadi yang Afra minta. Tapi Aiman selalu
berusaha jadi yang terbaik untuk orang
yang dia sayangi itu. Semakin lama, perasaan Afra mulai luluh terbawa perhatian
yang Aiman berikan pada Afra. Aiman semakin sayang Afra, Afra pun mulai lebih
nyaman bersamanya. Senyum-senyum mungil itu sudah nampak setiap harinya.
Sengaja memang , Aiman menyibukkan Afra agar dia sedikit demi sedikit melupakan
Andi. Sahabat Afra pun tentu ikut campur
tangan dalam urusan itu. Ya, demi sahabat dekatnya itu, ketiga sahabat Afra
ikut berusaha memulihkan keceriaan yang telah lama hilang dari diri Afra. Dan
lilin itu telah terang kembali, keceriaanya sudah kembali kepadanya. Kepada
Afra, Alin, Umma, Unul, Aiman dan tentunya Ibu Afra . Sahabatnya telah berhasil
menyalakan lilin yang telah redup itu. Itulah sahabat.
Aku, kamu dan mereka adalah
lilin-lilin itu Fra.
0 komentar:
Posting Komentar